Senin, 09 Februari 2015

Pernikahan Masa Kini

Pada era ini, usia pernikahan disebut ideal jika seseorang sudah berumur 21 tahun (perempuan) dan 25 tahun (laki-laki). Padahal ada sabda Rasul yang menjelaskan bahwa pernikahan adalah sesuatu yang dianjurkan bagi syabab jika mampu (HR Mutafaq ‘alaihi). Syabab adalah seseorang yang telah mencapai usia baligh, namun ia masih belum dewasa—stabil, kurang lebih berumur 15 tahun.

Selain itu, penundaan pernikahan dilakukan karena ledakan jumlah penduduk yang berimbas pada kestabilan ekonomi. Maka dari itu pemerintah mengadakan kampanye untuk menunda pernikahan di usia dini. Di dalam Negara kita, seseorang yang belum berusia 18 tahun masih dianggap sebagai anak-anak. Hal ini telah disebutkan dalam pasal 1 UU No 23 Tahun 2002. Dan menjadi sebuah tindakan criminal apabila ada yang menikahkan anak yang masih di bawah umur 18 tahun. Hal ini sudah dipaparkan oleh Menteri Kesehatan RI, drNafsiah Mboi, SpA, MPH yang dilansir dari Atjehpos.com (Kamis, 26 September 2013).

Tapi dengan adanya peraturan ini. Banyak sekali kerusakan moral yang terjadi. Karena anak tidak bias menikah, ia kemudian memilih untuk pacaran. Melakukan seks aman dan sehat dengan alasan tidak ada aborsi atau pun bahaya lain. Di sisi lain, anak-anak yang hendak menuju usia syabab pada zaman sekarang ini tidak terlihat mempunyai kemampuan untuk menikah dan menafkahi. Salah satu faktornya karena pendidikan tentang menikah tidak diberikan sejak ia sudah mampu untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Sudah bisa mengerjakan sholat dan ibadah wajib lainnya. Padahal banyak sekali anak usia muda yang sudah ingin menikah. Hanya saja mereka kebingungan. Bagaimana nanti akan menafkahi? Sedangkan mereka tidak mempunyai bekal ilmu serta tidak mempunyai pandangan luas untuk kedepannya.

 Di dalam Islam sendiri, kewajiban seorang Ayah untuk menafkahi anak laki-lakinya gugur ketika anak itu sudah mencapai usia dewasa—baligh. Sedangkan dewasa menurut ukuran Negara dan KHI (kompilasi hukum Islam) adalah 21 tahun. Menjadi sunnah bagi seorang Ayah untuk menafkahi apabila anak sudah mencapai usia baligh. Banyak laki-laki yang tidak mampu menikah karena ia tidak memiliki modal. Inilah efek ketika system kapitalisme menjadi landasan bernegara. Karena system kapitalisme tidak akan pernah sesuai dengan fitrah manusia. Hanya ada satu solusi, yaitu mengembalikan system bernegara menurut aturan Allah dan RasulNya yang tidak bertentangan dengan fitrah manusia. Sehingga tidak akan ada lagi efek negatif yang timbul seperti saat ini.

Sumber:
m.eramuslim.com/konsultasi/keluarga/kemiskinan-versus-menunda-pernikahan.htm

www.fikihkontemporer.com/2012/08/batas-usia-anak-dinafkahi.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pages - Menu